Selasa, 02 Oktober 2012

penjudi kebahagiaan

Saya heran dengan banyak orang yang menjudikan kebahagiaannya sendiri. Mungkin dulu saya juga mengalami fase dimana saya juga senang dengan yang namanya coba-coba. Tapi dari hal itu membuat saya berfikir bahwa itu tidak menyenangkan. Karena saya melakukan kesenangan tidak berdasar apa yang saya mau. Itu hal yang bodoh, karena apa yang kita lakukan seperti dikontrol tanpa batas oleh pikiran orang lain.
maaf tapi dalam tulisan ini, bukan berarti saya orang suci dan sempurna.

Penjudi kebahagiaan hanya istilah yang saya pakai sendiri untuk mendeskripsikan apa yang saya lihat dan saya alami.
Oke, saya mencoba menelaah kenapa ada sikap tersebut.
Boleh kalau saya mengatakan ini semua karena adat, budaya, dan agama?
Boleh lah ya, ini kan tulisan saya sendiri. Dan tidak bermaksud untuk menjatuhkan pihak manapun. Jadi mohon maaf sebelumnya, jika ada yang merasa tersindir. Sekali lagi, ini hanya pemikiran saya saja.
Adat asia timur masih menganggap bahwa perempuan masih berada di belakang laki-laki. Hal ini mungkin memang benar, tapi tolong jangan menafsirkan bahwa semua hal yang ada memang demikian. Setelah saya membaca beberapa buku, banyak hal yang saya temukan bahwa wanita jaman dulu sering menjadi korban perjodohan ( ini salah satu contohnya saja) . Oh my! dijaman sekarang ini, saya harap tidak ada hal seperti itu. Karena banyak hal yang seharusnya bisa jadi bahan pertimbangan daripada kita harus menjudikan yang kita sendiri belum bisa memastikan bahwa itu benar.
Baik lelaki maupun perempuan mempunyai hak-hak pribadi yang patut diperjuangkan.
Saya kurang bisa memahami budaya dan adat perbedaan signifikannya terletak pada bagian mana, tapi yang pasti kedua hal itu tidak bisa terlepas begitu saja. Terlalu luas jika kita bahas.
Tapi terkadang saya merasa adat yang ada cukup membatasi ruang gerak publik untuk melakukan eksplorasi terhadap individu. ( yang tidak setuju silahkan )

Teman-teman sekalian, saya punya saran yang bisa dipertimbangkan dan mungkin bisa jadi bahan sharing kita ( dengan harapan ada win win solution dari berbagi pihak yang mengalami ). Sebelum kita melakukan sesuatu dan membuat keputusan, dengarkan hati untuk dapat menyanggah apa yang nalar kita katakan, karena peringatan dari hati juga memiliki potensi hebat untuk kita mencapai pembebasan secara personal. Begitu juga pemikiran orang lain, jangan terima doktrin mentah. Itu hanya bahan pertimbangan.
Jadi kita tidak diperbudak apa yang nalar katakan, karena belum tentu sebenarnya hal itulah yang kita mau.
Jangan judikan kebahagiaanmu, karena kebahagiaanmu dan orang lain bisa saja berbeda.


-Think, feel, and act-


2 komentar:

  1. kehidupan ini...aku selalu mengalami tarik-menarik antara larangan dan keinginan, antara kesepakatan umum dan ekspresi diri, antara kebenaran (maha benar) dengan kebenaran yang lain (kebenaran yang kalah, terpinggirkan).
    adat, atau kekuasaan komunal, aku sepakat jika ia mendominasi, merepresi diri (satu di dalam yang komunal).... bisa jadi lahirlah perlawanan... persinggungan antara yang komunal dengan yang individu, tentang ini aku suka menyebutnya sebagai budaya.

    anyway, soal rasa, ataupun nalar, keduanya menurutku adalah produk budaya...artinya dia tidak natural atau serta merta ada, melainkan kultural: ia diturunkan dari generasi ke generasi (cara hidup, cara merasakan, cara berfikir yang menghasilkan wacana agama, aturan adat, kebenaran, pengetahuan...blablabla). manakala ia kultural...senantiasa ada kesadaran yang hadir bukan karena ada begitu saja (natural), atau pemberian tuhan....ah, sepertinya bukan.......ini adalah soal manusia yang sama-sama saling ingin menguasai....jadi....au ah, gelap....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, aku setuju bahwa itu hanya bagian dari kultur. tetapi terkadang kultur yang terbentuk itu membuat manusia baru lahir dalam kandang. lahir dalam kultur itu ga salah, krn itu adalah dasar untuk kita bertindak kedepan. tapi kultur terkadang tidak memiliki toleransi bagi pribadi manusia. makanya ada berbagai aturan agar manusia ga menyalahi kultur. tapi sayang ga ada kultur yg absolut. hahaha intinya, ya semua yg pasti didunia ini cm hidup sebaik-baiknya dan mati sedamai-damainya.

      Hapus