Sabtu, 29 September 2012

masih jaman tawuran?


Setelah melihat berbagi macam berita, yang paling menarik perhatian saya adalah tawuran yang terjadi antar pelajar di jakarta.
Ketertarikan saya akhirnya membuat saya berfikir "kenapa sih mereka suka banget tawuran?"
Oke, dari semua tingkat tawuran yang ada cenderung merugikan, entah ada yang tewas sia-sia ataupun gagar otak atau apalah.
Sebenernya apa sih yang dicari dari tawuran?
Kepuasan? gengsi?
Yaampun, itu bener-bener ngga ada benefitnya banget. Ibarat di ilmu ekonomi "mencari profit setinggi mungkin dengan meminimalisir biaya serendah mungkin"
Lah ini, profit ngga ada yang ada biaya ngucur terus.
Ayo lah, kita ini manusia beradab, seharusnya bisa bertindak lebih terhormat daripada main fisik dalam menyelesaikan masalah.

Saya mempunyai analisis yang mungkin bisa jadi bahan sharing ( sory, ngga bermaksud menggurui, mendoktrinisasi, atau sok sebagai orang bersih ).
Semua orang boleh bilang, bahwa yang mengecap pendidikan formal pastilah pandai. Dan kemudian bisa diimplentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang mungkin beranggapan bahwa orang pandai itu pasti pandai juga dalam bertindak.
Mungkin bisa jadi iya, tapi sayangnya tidak semua seperti itu. Kecerdasan otak belum tentu membantu dalam mengasah kecerdasan hati. Contohnya bisa kita lihat dalam media informasi sekarang.
Seperti itu yang kita bilang generasi penerus bangsa? Kecerdasan otak saja yang diolah?
Banyak sekali kasus yang terjadi karena mentalitas kaum muda sekarang kurang terasah dengan baik. Diakibatkan karena apa? banyak faktor yang bisa kita lihat dan kita nilai. Sebagai makhluk sosial seharusnya kita memiliki toleransi dan intuisi untuk dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan kedepan.
Bolehlah kaum muda bertindak sebagai kompetitor, tapi kompetitorpun seharusnya memiliki aturan.

Saya kurang setuju jika jiwa yang masih muda itu ( akhirnya sebagai tersangka ) menanggung hukuman dipenjara saja ( padahal masuk rutan belum tentu solusi yang tepat). Dalam keadaan seperti itu pasti akan membentuk pribadi yang ( mungkin ) lebih baik atau bahkan lebih buruk karena rasa dendam.
Kaum muda itu lebih baik dibimbing, bukan divonis. Lakukan pendekatan personal agar kita mudah masuk dalam titik persoalan dan mencari titik temu.
Kita sebagai masyarakat lebih baik tidak saling menyalahkan ini itu terlebih dulu. Semua memiliki tanggung jawab masing-masing yang dapat kita lakukan. Entah pemerintah, masyarakat, menteri pendidikan, kaum muda, kita semua dapat membangun pribadi yang humanis dengan banyak cara untuk meminimalisir terjadinya tawuran.

Yuk cinta damai yuk, hidup berdampingan tanpa memandang perbedaan. Bhineka Tunggal Ika, bukankah itu citra orang indonesia?



4 komentar:

  1. Empati dan role model.
    Jiwa-jiwa muda di negeri ini kehilangan hal tersebut.
    Dan salut, anda yang semuda ini concern untuk hal diatas.
    Tetap positif dan tetap berkarya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. thanks, semoga bisa jd bahan diskusi buat kedepan.

      Hapus
  2. kalo katanya Pramoedya, "seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan". Jelas mereka nggak adil dalam pikiran dan perbuatan, bahkan buat dirinya sendiri. itu yang disebut bodoh

    BalasHapus